Lanjutan First Love bag 2
Dia kembali menjalin hubungan dengan pria
lain. Mungkin aku terlalu bodoh karena masih mengharapkan dia untuk menjadi
pasangan hidupku. Dia menjalin hubungan dengan mantannya yang aku tidak tahu. Namun
aku hanya bisa diam walaupun dalam hati ini aku menangisi perbuatan keji itu. Aku
memang terasa dikhianati dan tak diperdulikan. Saat itu, aku memang tak
mempunyai apa-apa yang bisa aku buktikan untuk membuktikan rasa sayangku
padanya. Namun sejak saat itu, aku berjanji akan menyayanginya sepenuh hati ini
dan tidak akan menyakiti hatinya.
Semakin hari, hati ini semakin sakit karena
menahan beban yang begitu beratnya. Namun aku tidak mau menampakkan sakit ini
padanya. Aku hanya bisa tersenyum walaupun hati ini menangis. Mungkin sudah
tidak terhitung lagi berapa kali dia mengkhianatiku dan menyakitiku. Namun aku
selalu memaafkan perbuatan itu. Rasa cinta ini selalu lebih besar dari rasa
benci yang aku rasain.
Hari-demi hari terus berlalu. Sampai akhirnya
kami lulus dari SMA dan kami berdua melanjutkan ke universitas yang kami pilih
sendiri-sendiri. Aku memilih untuk mendaftar di salah satu kota besar di jawa
barat. Dia juga begitu, namun jarak kami jauh. Sayang, aku tidak lolos dalam
seleksi itu. Sedangkan dia berhasil dalam seleksi dan melanjutkan untuk kuliah
di sana. Sebenarnya, dalam hati aku tidak rela untuk berpisah dengannnya.
Namun ada satu hal yang membuatku
tersenyum, dia berjanji akan setia di sana karena dia hanya ingin menuntut ilmu,
bukan jodoh. Hari-hari terakhirku bersamanya aku nikmati dengan manis. Kami berdua
tiap hari bertemu dan pergi ke suatu tempat untuk menikmati masa-masa terakhir
kami berdua. Akhirnya, hari kami berpisah tiba. Sudah waktunya dia pergi untuk
melanjutkan pendidikannya.
Satu hal yang membuat aku bertahan
dengannya adalah saat ia menangis didepanku waktu dia akan pergi. Dia berjanji
akan tetap menjaga hubungan ini. Namun inilah awal kehancuran hubungan ini. Sejak
dia pergi, dia mulai jarang menghubungiku. Namun aku selalu berpikiran positif
dan mengira dia sibuk dengan masa-masa ospek. Akupun ingin mengerti keadaannya
dan aku juga tak ingin mengganggunya. Namun semakin lama aku tak
menghubunginya, dia serasa semakin tak peduli denganku. Lalu aku mencoba
menghubunginya. Ternyata dia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku selalu
mencoba untuk mengerti semua ini walau sebenarnya hati ini sangat pedih.
Sampai suatu hari, aku membulatkan tekad
untuk memutuskan hubungan ini. Dalam hatiku, mungkin ini memang yang terbaik. Aku
tak ingin mengganggu konsentrasi dia dalam belajar. Aku ingat, dulu dia pernah
mengatakan kalau aku ini hanya memperburuk keadaannya. Aku sadar, saat itu aku
hanyalah pengangguran yang tak bisa menjadi seorang mahasiswa. Aku tahu, dia
pasti malu mempunyai seseorang seperti aku. Sejak saat itu, aku memutuskan
untuk berhenti menghubunginya.
Mungkin disana dia memang sudah menemukan
penggantiku yang lebih baik dan kaya. Tak terasa, ternyata dia pulang ke
rumahnya untuk beberapa hari. Dia menemuiku untuk berbicara dan menemaninya
belanja. Aku memang masih mencintainya dan masih sayang sama dia. Aku mengikuti
perintahnya untuk menemaninya belanja. Di sebuah super market, aku terkejut. Ternyata
dia sudah memakai cincin emas di jari manisnya. Aku otomatis kaget dan sedih. Lalu
aku memberanikan diri untuk menanyakan apa arti cincin tersebut. Dia hanya
menjawab dari teman. Aku memang tak percaya dengan perkataannya. Lalu kami
berdua ngobrol sejenak di depan super market itu. Aku menanyakan padanya,
mengapa dia akhir-akhir ini berubah padaku. Namun, dengan nada sinis dia hanya
menjawab “Emang lo siapa ngatur-ngatur hidupku?”. Sejak saat itu, aku sadar
kalau selama ini dia memang tak pernah sayang sama aku. Aku hanya dimanfaatkan
olehnya untuk menemani dia jalan, belanja, dan masih banyak yg lainnya.
Aku teringat perkataannya bahwa dia
menerimaku karena terpaksa. Aku memang sudah salah mencintai seseorang yang
sudah jelas-jelas tak mencintaiku. Aku memang salah sudah memberikan segalanya
untuk dia. Kini akhirnya aku yang tersiksa. Di satu sisi, aku sangat
mencintainya namun di sisi lain dia tak pernah mencintaiku sama sekali. Setelah
seminggu berlalu, ternyata dia memang sudah memiliki pasangan. Bahkan sebelum
kami putus, dia ternyata sudah dekat dengan pria lain yang mungkin lebih kaya
dari aku.
Aku tersadar, aku hanya manusia biasa yang
tak luput dari salah. Aku sadar, mungkin selama ini aku tak bisa membuat dia
bahagia. Aku hanya membuatnya menderita dengan kehadiranku. Tapi, dalam hati
ini aku masih mencintainya. Aku masih berharap padanya, suatu saat nanti kita
akan bertemu lagi dan bisa bersamanya selamanya.
Saat ini aku sadar, mengapa banyak sekali
orang yang tak bisa melupakan cinta pertama mereka. Mungkin itu karena perasaan
yang tak pernah bisa dilupakan. Perasaan cinta yang teramat dalam, dan perasaan
sakit yang teramat sangat. Dicintai memang lebih menyenangkan daripada
mencintai. Mungkin itu adalah pengalaman yang takkan bisa aku lupakan seumur
hidupku. Walaupun pada akhirnya kami tak bisa bersama, namun ada sebuah hikmah
yang bisa menjadi pelajaran dalam hidupku. Mencintai seseorang memang tak harus
memiliki orang yang kita cintai. Namun mencintai seseorang adalah bagaimana
menjadikan seseorang yang kita cintai itu merasa bahagia. Walaupun kebahagiaan
itu bukan bersama kita yang mencintai dia. Mencintai seseorang adalah seberapa
besar kita bisa berkorban untuk orang yang kita cintai.
Itulah kisah cintaku yang tak mungkin bisa
aku lupakan seumur hidupku. Cinta yang tak pernah bisa kumiliki.
Selesai
Labels:
Cerita Cinta,
Mengharukan